GEOMORFOLOGI



MASS – WASTING DAN LINGKUNGAN


1. Pendahuluan

Mass-wasting adalah suatu proses geologi yang berasal dari gaya endogen dan gaya exogen. Adapun gaya endogen dan exogen inilah yang menyebabkan bentuk bentangalam mengalami deformasi.

Proses-proses geologi yang berasal dari dalam bumi (endogen) ataupun yang berasal dari luar bumi (exogen) tersebut merupakan penyebab utama dari perubahan bentuk bentangalam (landscape). Dalam kontek perubahan bentangalam, maka gaya endogen biasanya disebut sebagai proses kontruksional sedangkan gaya exogen disebut dengan proses destruksional. Gaya endogen dapat berasal dari aktivitas tektonik / struktur geologi, aktivitas volkanisme, dan aktivitas magmatis. Aktivitas Tektonik seperti pergerakan antar lempeng akan menghasilkan 3 jenis pergerakan, yaitu : (1) Subduction, (2). Obduction, dan (3) Transforms. Dari ketiga jenis pergerakan lempeng tersebut dapat menghasilkan bentuk-bentuk bentangalam seperti pegunungan lipatan (Folding Mountains), pegunungan patahan (Block Faulting), dan Palung (Trench).  Deformasi bentuk bentangalam akibat aktivitas gunungapi (volkanisme) seperti erupsi atau pembentukan gunungapi akan membentuk bentangalam berupa kerucut gunungapi atau kawah gunungapi atau bukit  gunungapi sebagai hasil pengendapan material gunungapi, sedangkan aktivitas magma, seperti intrusi batuan juga dapat merubah bentuk bentangalam berupa bukit-bukit intrusi.


Gaya exogen adalah semua proses geologi yang bekerja di permukaan bumi, seperti proses pelapukan (weathering), erosi, mass-wasting dan sedimentasi. Akibat dari proses proses tersebut diatas maka bentuk-bentuk bentangalam akan mengalami deformasi. Aktivitas manusia juga dapat menyebabkan perubahan bentuk bentangalam, seperti penggalian untuk keperluan pembuatan jalan, pemukiman, bendungan, pertambangan dll.    

 
2. Geomorfologi

Geomorfologi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari geologi. Ilmu ini adalah yang mempelajari bentangalam (landscape); bagaimana bentang alam itu terbentuk secara kontruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen : aktivitas tektonik/struktur geologi), dan bagaimana bentang alam tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti iklim, sungai, dan lainnya yang bersifat destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam darat tertentu (landform). Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan, intrusi, ketidakselarasan, termasuk didalamnya jenis-jenis batuan) yang bersifat kontruksional, dan proses yang bersifat destruksional (pelapukan, longsoran kerja air, angina, gelombang, pelarutan, dan lainnya), sudah diakui oleh para ahli geologi dan geomorfologi sebagai dua buah paramenter sangat penting dalam pembentukan rupa bumi. Selain itu batuan sebagai bagian dari struktur dan tahapan proses geologi merupakan faktor cukup penting.

Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi geologi saja, dengan menganalisa bentang alam dan bentuk-bentuk alam yang mengarah pada kecurigaan pada unsure-unsur struktur geologi tertentu atau jenis-jenis batuan, seperti pembelokan atau kelurusan sungai, bukit-bukit, dan bentuk-bentuk alam lainnya. Tetapi dalam empat dekade terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan pada studi tentang proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi masih tetap tidak ditinggalkan dan tetap diperlukan. Selain itu pembangunan fisik memerlukan informasi mengenai geomorfologi yang menyangkut antara lain :

a.    Geometri bentuk muka bumi
b.    Proses-proses geomorfologi yang sedang berjalan beserta besaran-besarannya, dan          antisipasi terhadap perubahan bentuk muka bumi dalam skala detail dapat mempengaruhi pembangunan.

Dengan berkenbang pesatnya teknologi penginderaan jauh, seperti foto udara, citra landsat, SPOT, radar, dan lainnya, maka geomorfologi semakin menarik untuk diteliti, baik karena lebih mudahnyainterpretasi geologi maupun lebih jelas dan aktualnya data mengenai proses-proses yang sedang terjadi di permukaan bumi yang diamati. Dengan demikian, pengamatan terhadap gejala struktur (dan batuan) serta proses, adalah sangat penting dalam menganalisa bentang alam, baik dengan cara menganalisa peta topografi, foto udara dan citra, maupun dilapangan. Pengamatan yang baik dilapangan maupun dilaboratorium terhadap alat Bantu yang berupa pete topografi, foto udara, citra satelit, citra radar akan membuat pembuatan peta geomorfologi menjadi cepat dan menarik. Pembuatan peta geomorfologi tidak dapat lepas dari skala peta yang digunakan. Pembuatan satuan geomorfologi selain berdasar bentuk, proses maupun tahapan sangat tergantung pada skala peta yang digunakan. Makin besar skala peta, makin banyak satuan yang dapat dibuat.


Pemetaan Geomorfologi

Peta geomorfologi pada hakekatnya memberi informasi secara visual mengenai bentuk, geometri, serta proses-proses yang telah maupun sedang terjadi, baik proses endogenik maupun eksogenik.

Ada sedikit perbedaan penekanan antara informasi geomorfologi untuk sains dan informasi geomorfologi untuk terapan.

1.    Untuk tujuan sains  maka peta geomorfologi diharap mampu memberi informasi mengenai hal-hal berikut
Faktor-faktor geologi apa yang telah berpengaruh kepada pembentukan bentang   alam disuatu tempat
Bentuk-bentuk bentang alam apa yang telah terbentuk karenanya.
Pada umumnya hal-hal tersebut diuraikan secara deskriptif. Peta geomorfologi  yang disajikan harus dapat menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta yang menunjang ganesa dan bentuk diutamakan.
2.    Sedangkan untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih banyak memberi informasi mengenai :
Geometri dan bentuk permukaan bumi seperti tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai, dan sebagainya.
Proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran dari proses seperti :
-          Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan, dan                     sebagainya)
-          Besaran dan proses tersebut (berapa luas, berapa dalam, berapa intensitasnya,     dan sebagainya)

Pada umumnya hal-hal tersebut dinyatakan secara terukur. Peta geomorfologi yang disajikan harus menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta diutamakan yang menunjang kondisi parametris (yang dapat diukur) serta proses-proses exsogen yang berjalan pada masa kini dan yang akan dating.


Skala peta dan peta geomorfologi

Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta geomorfologi. Pembuatan satuan peta secara deskriptif ataupun klasifikasi yang dibuat berdasarkan pengukuran ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta yang digunakan.

Di Indonesia peta topografi yang umum tersedia dengan skala 1: 20.000, 1: 1.000.000,   1: 500.000, 1: 250.000, 1: 100.000, 1: 50.000 dan beberapa daerah (terutama di Jawa) telah terpetakan dengan skala 1: 25.000 untuk kepentingan-kepentingan khusus sering dibuat peta berskala besar dengan pembesaran dari peta yang ada, atau dibuat sendiri untuk keperluan teknis, antara lain peta 1: 10.000, 1: 5.000, dan skala-skala yang lebih besar lagi. Untuk penelitian, sesuai dengan RUTR, dianjurkan menggunakan peta 1:250.000, 1:100.000 untuk regional upraisal, 1: 50.000 – 1: 25.000 untuk survey dan     1: 10.000 dan yang lebih besar untuk investigasi.

Untuk mudahnya penggunaan peta-peta tersebut dapat dilihat pada table 6.1.

Dari skala peta yang digunakan akhirnya dapat kita buat satun peta geomorfologi, sebagai contoh pada table 6.2.   





Interpretasi untuk geomorfologi

Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder berupa peta topografi, peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung dilapangan.

Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan satuan dan batas satuan geomorfologinya. Beberapa jenis interpretasi akan diuraikan seperti berikut.


 Interpretasi peta topologi

Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala 1 : 25.000 atau 1 : 12.500 umumnya merupakan pembesaran dari skala 1 : 50.000. denmgan demikian, relief bumi yang seharusnya muncul pada skala 1 : 25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan sama saja dengan peta skala 1 : 50.000.

Dengan demikian, sasaran / objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan. Perhatikan Tabel 6-1 dibawah ini :





Walaupun demikian, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada daerh di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif.

Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah :
1.    Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament/ kelurusan
2.    Mempertegas (bias dengan jalan mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta.
3.    Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.

Pada butir 1, penarikan lineament bias dengan garis panjang, tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek.  Kadangkala, setelah pengejaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini  selesai, dalam peta akan terliat adanya zona atau trend atau arah yang hamper sama denga garis-garis pendek ini.

Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam   satu   peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran sungai merukakan pencerminan  keadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut.

Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara kualitatif  yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri.

Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan, misalnya oleh Mabbery (1972) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes (1977) untuk pengembanmgan pertanian, ITC (1985) yang bersifat lebih kearah umum dan melihat proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu (lihat tabel 6.4) .

     Interpretasi batuan   

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati adalah pola kontur, dan aliran sungai.

-    Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang menunjukan batuan lunak atau lepas.

Tabel 6-4 Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum (disadur dan disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)

            Tabel 6.4 Kelas Lereng Menurut Van Zuidam, 1985



-          Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya, menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
-          Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras.
-          Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada cekungan pangaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri).

      Interpretasi struktur geologi

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai.
-          Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang mengerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan , ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular.
-          Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisannya.
-          Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
-          Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.
-          Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
-          Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
-          Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relative luas, terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi, kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau contorted.
-           Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope dengan penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi lebih berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
-          Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh pola aliran anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
-          Karst, dicirikan oleh pola kontur melinghkar yang khas dalam penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai multibasinal.
Pola karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi pada kaki gunung api. Walaupun dengan pola kontur yang melingkar dengan penyebaran cukup luas, tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola melingkar dengan lainnya, dan tidak didapat pola kontur seperti bintang segi banyak.

      Interpretasi foto udara / citra inderaja

Pada prinsipnya, interpretasi foto udara atau citra, mempunyai prosedur yang sama dengan yang dilakukan pada peta topografi, yaitu menarik setiap lineament yang ada, identifikasi sungai-sungai, dan mengelompokan suatu daerah yang mempunyai karakter foto / citra yang sama.

Stone sebagai orang pertama yang mempelajari interpretasi foto secara sistematik dan metodologik. Stone memperkenalkan 4 aturan prosedur umum interpretasi foto, yaitu :
a.    Harus bertahap
b.    Harus mulai dari umum, kemudian baru kepada yang bersifat khusus
c.    Harus mulai dari hal-hal yang mudah diketahui, baru pada hal-hal yang tidak diketahui atau sulit untuk diinterpretasikan
d.    Foto harus dianalisa berdasarkan kualitas foto itu sendiri.

Stone pada aturan-1 memperkenalkan 8tahap interpretasi foto secara umum, tetapi ITC memperkenalkan 5 tahap interpretasi geomorfologi, yaitu :

Identifikasi aliran-aliran sungai, termasuk didalamnya pola aliran sungai, arah aliran, aliran sungai, danau, dan lainnya. Pola aliran sungai merupakan dasar bagi orientasi umum dan studi lebih detail terhadap litologi, struktur geologi, bentuk alam darat, jenis tanah, jenis vegetasi, dan situasi hidrologi
Identifikasi relief dan morfologinya, termasuk didalamnya ketinggian, garis pemisah air, kecuraman, panjang lereng, tekuk lereng, bentuk lereng, dan lainnya.
Analisa vegetasi dan tataguna lahan, yang secara tidak langsung berguna untuk mengklasifikasikan terrain dan litologi, dengan melihat jenis vegetasi, ada atau tidak adanya tumbuhan, kerapatan tumbuhan, komposisi, pola, dan lainnya.
Analisa litologi dan struktur geologi, yaitu dengan memanfaatkan informasi yang telah didapat pada tahap 1,2 dan 3, serta interpretasi dip-slopes, kelurusan, intrusi, prosesvolkanik, dan lainnya.
Analisa dan identifikasi detail dan satuan pemetaan geomorfologi, berdasarkan pada bentuk alam darat, litologi, struktur dan proses.

Perbedaan foto udara / citra dari peta topologi tentu terletak pada kualitas dan kejelasan “feature” alam yang diamati. Kelurusan akan tampak lebih jelas dan lebih detailbahkan pada daerah yang keahlian mulus pada peta topografi. Begitu pula sungai-sungai lebih tampak jelas, mana yang berair mana yang berupa lembah kering. Selain itu pola kontur pada peta topo grafi akan tampak lebih bervariasi dan lebih detail pada foto udara atau citra, yang selain akan berupa variasi litologi juga berupa tutupan vegetasi, lingkungan binaan manusia, dan lainnya.

Dalam interpretasi foto udara atau citra (dalam bentuk cetakan /paper print), hal yang paling penting adalah mengamati karakter-karakter fotografi yang muncul pada hasil cetakan, yaitu warna (pada citra warna), rona/tone (pada citra pankromatik), pola, tekstur, bentuk, ukuran, bayangan, dan situasi geografi.

-          Warna adalah warna yang tercetak pada citra, yang umumnya berupa warna palsu (false color composite); misalnya daerah hutan yang seharusnya berwarna hijau, pada citra warna akan tampak berwarna merah atau lainnya (tergantung pada band gelombang yang dipilih.
-          Rona adalah nuansa hitam-ke-putih pada foto atau citra pankromatik / hitam-putih. Cetakan foto / citra yang berbeda kemingkinan dapat juga memberikan warna atau rona yang berbeda walau pada objek yang sama. Tetapi umumnya, beberapa fenomena akan ditunjukan oleh warna atau rona yang berbeda, misalnya hutan berona abu-abu gelap, air berona hitam, alang-alang berona abu-abu, endapan pasir lepas tanpa vegetasi berona putih, batu lempung berona abu-abu gelap, batu gamping berona putih sampai abu-abu terang.
-          Pola adalah susunan ruang beberapa objek alam dalam urutan dan susunan tertentu, misalnya pola belang-belang selang-seling antara punggungan pasir di pantai dengan rawa belakang, pola perkebunan karet yang lurus dan teratur, pola aliran sungai, pola lingkungan binaan manusia, dan sebagainya.
-          Tekstur  adalah kekasaran suatu objek pada hasil cetakan. Misalnya daerah padang rumput akan tampak halus dibandingkan dengan hutan heterogen, atau daerah batu lempung akan tampak lebih halus dibandingkan dengan daerah endapan volkanik, walaupun mungkin mempunyai rona yang sama.
-          Bentuk adalah ekspresi topografi yang teramat dalam bentuk dua dimensi; misalnya kerucut gunung api, kubah, punggungan, meander, dan sebagainya.
-          Ukuran adalah dimensi volume objek yang diamati dalam tiga dimensional. Secara praktis dapat diperkirakan dengan membandingkan terhadap objek yang telah dikenal; atau dengan membandingkan terhadap peta topografi daerah yang sama (jika tersedia).
-          Bayangan adalah bagian yang gelap dari objek karena arah datang sinar terhalangi oleh objek lain. Bayangan kadangkala menjadi factor yang membuat sulit interpretasi (misalnya tertutup bayangan awan), tetapi bayangan, terutama bayangan objek itu sendiri, justru sangat berguna untuk menolong kita mendapatkan gambaran tiga dimensional, walaupun tanpa stereoskop. Dalam Geologi, bayangan ini cukup penting, terutama pada saat kita bekerja di daerah perlipatan yang memerlukan kesan perlapisan melalui interpretasi “dip-slope”. Dengan adanya bayangan, kesan perlapisan akan tampak menonjol.









Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel