GEOLOGI DASAR 06 PELAPUKAN
PELAPUKAN
Bumi
merupakan tubuh yang dinamik. Aktivitas gunung api (volkanik) dan tektonik yang
menimpa bumi mengakibatkan bentuk permukaan bumi sangat bervariasi
ketinggiannya. Kemudian proses lainnya yang terjadi di permukaan bumi akan
memindahan material yang terletak pada elevasi yang tinggi ke tempat-tempat
yang rendah. Proses-proses
tersebut antara lain :
-
Pelapukan, yaitu proses disintregasi (perombakan) dan
dekomposisi batuan pada atau dekat permukaan bumi.
-
Erosi adalah penguraian atau pengangkutan material yang
dilakukan oleh media aktif seperti air, angin atau es.
-
Mass wasting adalah perpindahan masa batuan atau tanah
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah oleh gaya gravitasi.
Proses
pelapukan tidak dapat dipisahkan dari dua proses yang lainnya karena setelah
batuan mengalami pelapukan, kedua proses berikutnya akan aktif menimpa batuan
tersebut.
Pelapukan
Proses
pelapukan merupakan proses yang terjadi akibat perubahan lingkungan batuan
penyusun kerak bumi. Sebagai contoh batuan beku dalam yang terdapat jauh di
dalam bumi, terbentuk pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi. Kemudian
karena proses erosi, batuan yang menutupi batuan beku ini dipindahkan,
akibatnya batuan beku ini tersingkap di permukaan, dan berada pada kondisi tekanan
dan temperatur yang jauh berbeda dengan kondisi pada waktu pembetukannya.
Akibatnya batuan tersebut perlahan-lahan akan mengalami perubahan untuk
mencapai kesetimbangan yang baru.
Proses
pelapukan dapat dibedakan menjadi proses pelapukan mekanik dan proses pelapukan
kimia, walaupun kenyataannya dialam kedua proses pelapukan ini sering terjadi
bersama-sama.
Proses Pelapukan mekanik
Batuan
yang mengalami proses pelapukan mekanik akan mengalami perubahan sifat-sifat
fisikanya, sedang karakteristik atau sifat kimia dari batuan masih tetap sama.
Jadi batuan yang mengalami proses pelapukan mekanik akan pecah menjadi
bagian-bagian yang semakin kecil, sehingga proses pelapukan mekanik sering juga
disebut proses disintegrasi. Hasil akhir dari proses ini adalah material kecil
yang berasal dari batuan yang besar. Perombakan menjadi material kecil
mengakibatkan bertambahnya luas permukaan material, sehingga menambah
efektifitas pelapukan kimia.
Di
alam ada empat macam proses pelapukan mekanik yang terjadi, yaitu frost
wedging, unloading, thermal expansion dan aktivitas organik.
Frost wedging. Proses pencairan dan pembekuan air merupakan
proses yang sangat penting pada pelapukan mekanik. Air mempunyai sifat yang
unik, yaitu dapat mengembang sampai 9% volumenya apabila membeku. Penambahan
volume ini disebabkan karena pada waktu air membeku, molekul-molekul air akan
membentuk struktur yang sangat terbuka, akibatnya ketika air membeku akan
memberikan tekanan yang besar keluar.
Di
dalam kerja air semacam ini terjadi apabila air masuk kedalam rekahan atau
pori-pori batuan. Air yang terdapat dalam rekahan atau pori-pori batuan tadi
apabila membeku akan mengembang dan menyebabkan rekahan atau pori-pori batuan
menjadi semakin lebar. Bila proses ini berlangsung berulang-ulang, maka batuan
tersebut akan pecah menjadi bagian-bagian yang kecil. Proses semacam ini
disebut frost wedging. Proses semacam ini sangat umum terjadi di daerah
pegunungan pada daerah beriklim dingin atau subtropik dimana perubahan
temperatur harian cukup tinggi. Hasil dari proses ini adalah terbentuknya
endapan rombakan batuan yang disebut talus, yang biasanya terbentuk pada kaki
bukit di daerah pegunungan.
Unloading. Proses unloading (pengurangan beban) sering terjadi
pada batuan beku plutonik yang terbentuk jauh di bawah permukaan. Apabila
batuan yang menutupi batuan beku ini mengalami erosi, maka beban yang tadinya
memberikan tekanan ke bawah ini akan hilang. akibatnya bagian terluar dari
batuan ini akan mulai melepaskan dirinya dari batuan induknya. Terlepasnya
bagian terluar dari batuan yang menyerupai struktur bawang ini disebut sheeting. Proses terlepasnya bagian
batuan selapis demi selapis ini diikuti oleh bagian batuan di bawahnya.
Pecahnya batuan ini biasanya sejajar dengan permukaan topografi, sehingga
bentuk batuan beku plutonik yang terkena proses ini akan berbentuk seperti
kubah. Bila proses ini berlanjut terus menerus sampai ke bagian bawahnya akan
memberikan struktur yang disebut exfolation
dome.
Thermal expansion. Perubahan temperatur harian
dapat melemahkan batuan, terutama pada daerah yang panas dan kering yang
mempunyai perbedaan temperatur harian sampai 30oC. Pada siang hari batuan yang
terkena panas akan mengembang dan pada malam hari mengalami pengkerutan karena
temperatur turun dengan drastis. Perubahan ini lama kelamaan akan menyebabkan
batuan mengalami disintregrasi atau pecah menjadi bagian-bagian yang kecil.
Aktivitas organik. Pelapukan mekanik dapat juga
disebabkan oleh aktivitas organisme seperti akar tumbuhan, lubang galian oleh
binatang dan kegiatan manusia. Akar tumbuhan dapat tumbuh melalui rekahan
batuan. Apabila akar berkembang menjadi besar, akar akan menekan retakan batuan
menjadi bertambah lebar, sehingga lama kelamaan batuan dapat pecah melalui
retakan tadi. Kejadian yang sama dapat dilakukan oleh binatang yang membuat
lubang pada batuan untuk tempat tinggalnya. Lubang-lubang tersebar menyebabkan
proses kimia menjadi semakin efektif. Proses disintegrasi batuan dapat juga
dilakukan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhannya.
Proses Pelapukan Kimia
Proses
pelapukan kimia merupakan proses yang kompleks yang merubah struktur dalam
mineral dengan pengurangan atau penambahan unsur pada mineral tersebut. Jadi
batuan yang mengalami pelapukan kimia akan mengalami perubahan komposisi kimia.
Air merupakan media yang sangat penting pada proses pelapukan kimia. Meskipun
air murni merupakan bahan yang nonreaktif, tetapi sedikit material terlarut
dapat mengaktifkannya. Oksigen yang terdapat dalam air akan mengoksidasi
mineral atau batuan yang dilaluinya. Bila batuan yang mengandung mineral yang
kaya Fe mengalami oksidasi, akan menghasilkan mineral yang berwarna kuning
sampai coklat kemerahan.
4 Fe + 3 O2
à 2 Fe2O3
besi
oksigen oksida besi (hematit)
Karbon dioksida yang terlarut dalam air
membentuk asam karbonat (H2CO3). Asam lemah ini akan mengalami ionisasi dan
membentuk ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3-) yang sangat reaktif.
Sebagai contoh adalah pelapukan batuan beku granit yang banyak mengandung
mineral kuarsa dan potas feldspar. Pelapukan mineral potas feldspar dalam
granit digambarkan dengan reaksi sebagai berikut :
2KalSi3O8 +
2(H++HCO3-) + H2O Ã Al2Si2O5(OH)4 + 2 KHCO3
+ 4SiO2
potas feldspar asam karbonat air mineral lempung potas bikarbonat silika
Pada
reaksi diatas ion H+ mensubstitusi ion K+ dalam struktur mineral feldspar dan
membentuk mineral lempung. Ion K+ menjadi nutrien yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman, atau bikarbonat yang mudah larut oleh air. Karena mineral lempung
merupakan hasil akhir dari proses pelapukan, maka mineral lempung merupakan
mineral yang stabil pada kondisi permukaan bumi. Mineral lempung juga merupakan
material anorganik dengan presentase yang besar dalam tanah. Selain itu mineral
lempung merupakan penyusun utama dari serpih (shale) yang merupakan batuan
sedimen yang paling dominan pada kerak bumi. Sebagian silika yang berasal dari
ubahan mineral feldspar, larut dalam tanah yang dapat membentuk nodul rijang
atau flint dalam batuan sedimen.
Kuarsa,
mineral lain yang dominan dalam granit, merupakan mineral yang sangat resisten,
dan tidak mengalami ubahan pada waktu granit mengalami pelapukan. Akibatnya
apabila granit mengalami pelapukan, mineral feldspar berubah menjadi mineral
lempung dan mineral kuarsa akan terlepas dan tetap dalam keadaannya semula.
Kadangkala mineral kuarsa akan ikut terangkut oleh aliran dan terkumpul pada
suatu cekungan untuk membentuk batupasir.
Tabel
dibawah merupakan hasil dari proses pelapukan kimia dari beberapa mineral
silikat yang umum dijumpai. Mineral-mineral tersebut apabila mengalami
pelapukan akan menghasilkan ion-ion sodium, kalsium, potasium dan magnesium
yang akan larut dalam tanah. Sedangkan unsur Fe bersama oksigen akan membentuk
oksida besi seperti hematit dan limonit yang tetap tinggal dalam tanah,
sehingga memberikan warna coklat kemerahan atau warna yang kekuningan.
Tabel. Hasil proses pelapukan beberapa
mineral silikat
Mineral |
Hasil
Residu |
Material
dalam Larutan |
Kuarsa |
Butiran kuarsa |
Silika |
Feldspar |
Mineral lempung |
Silika, K+,Na+,Ca2+ |
Hornblende |
Lempung, Limonit, Hematit |
Silika, Ca2+, Mg2+ |
Olivin |
Limonit, Hematit |
Silika, Mg2+ |
Proses
pelapukan kimia kadang-kadang diikuti juga oleh pelapukan mekanik. Proses ini
dapat terjadi pada batuan yang telah mengalami rekahan yang teratur, dan
pelapukan kimia terjadi melalui rekahan tersebut. Fragmen batuan yang mengalami
pelapukan akan terlepas dari batuan induknya melalui bidang yang membundar
(spherical). Proses semacam
ini disebut dengan proses pelapukan sferoidal (spheroidal weathering). Proses
pelapukan sferoidal terjadi karena mineral feldspar yang lapuk menjadi mineral
lempung volumenya bertambah besar, karena masuknya air dalam struktur mineral
tersebut. Penambahan volume ini akan mendesak keluar bagian batuan terluar
dengan bentuk yang konsentris. Jadi proses pelapukan kimia dapat menghasilkan
gaya yang cukup besar yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan mekanik.
JANGAN LUPA BACA JUGA YA GEOLOGI DASAR 1, 2, 3, 4 DAN 5
Tanah
(Soil)
Seperti
telah diuraikan sebelumnya, tanah merupakan hasil akhir dari suatu proses
pelapukan batuan. Pada tanah inilah kemudian tumbuhan menggunakannya sebagai media untuk
pertumbuhannya.
Dengan
sedikit pengecualian, permukaan bumi ditutupi oleh regolit, yang merupakan
lapisan yang disusun oleh fragmen batuan dan mineral hasil dari proses
pelapukan. Walaupun sebagian orang menyebutnya hasil proses pelapukan adalah
tanah, tetapi tanah sebenarnya lebih dari sekedar hasil dari proses pelapukan. Tanah
merupakan kombinasi antara mineral dan material organik, air dan udara, sebagai
tempat tumbuhnya tanaman. Sekitar setengah dari volume tanah yang baik
merupakan campuran antara hasil disintegrasi, dekomposisi batuan dan humus,
yang merupakan rombakan sisa-sisa organisme. Sedang setengahnya lagi merupakan
pori-pori tempat sirkulasi air dan udara.
Meskipun
persentase mineral dalam tanah lebih besar daripada bahan organik, humus
merupakan mineral dalam tanah. Selain sumber nutrien bagi tumbuhan, humus juga
merupakan tempat menyimpan air. Karena air dan udara sangat dibutuhkan oleh
tanaman untuk pertumbuhannya, maka persentase pori dalam tanah sebagai tempat
sirkulasi air dan udara merupakan hal sangat penting keberadaannya. Air di
dalam tanah bukan merupakan air murni, tetapi merupakan larutan yang kompleks
yang banyak mengandung nutrien.
Faktor-faktor Pengontrol Pembentukan Tanah
Tanah yang
menyusun permukaan bumi mempunyai karakteristik yang tidak sama. Ada tanah yang
subur, ada yang tidak. Ada tanah yang berpasir, ada yang dominan disusun oleh
lempung dan lanau. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mengontrol
pembentukan tanah tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
terbentuknya tanah. Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan antara satu dengan
lainnya dalam proses pembentukan tanah. Selanjutnya akan dibahas tiap-tiap faktor tersebut.
Batuan
induk (parent rocks).
Batuan induk merupakan batuan yang terletak dibawah lapisan tanah atau endapan
yang belum terkompaksi. Tanah yang terbentuk di atas batuan induk dan belum
mengalami transportasi atau perpindahan tempat disebut dengan tanah residu (residual soil). Sedangkan tanah yang
sudah berpindah tempat dari tempat terbentuknya disebut dengan tanah
terpindahkan (transported soil).
Ada
dua hal pengaruh batuan induk terhadap tanah. Pertama, jenis batuan induk akan
mempengaruhi kecepatan proses pelapukan, sehingga akan mempengaruhi juga
kecepatan pembentukan tanah. Sebagai contoh, komposisi mineral batuan induk akan
menentukan tingkat kecepatan pelapukan kimia. Demikian juga endapan yang belum
mengalami kompaksi dengan baik akan mempercepat proses pembentukan tanah
daripada batuan yang keras, karena endapan yang belum kompak telah mengalami
pelapukan sebagian. Kedua, komposisi kimia batuan induk akan mempengaruhi
tingkat kesuburan tanah yang dihasilkan.
Pada
mulanya batuan induk dianggap sebagai faktor utama yang menentukan perbedaan
jenis tanah. Tetapi ternyata bahwa jenis tanah yang sama dapat berasal dari
batuan induk yang berbeda, juga batuan induk yang sama dapat menghasilkan jenis
tanah yang berbeda. Faktor lain yang penting juga dalam proses pembentukan
tanah yaitu iklim.
Waktu.
Semakin lama batuan induk
mengalami proses pelapukan, maka semakin tebal tanah yang dihasilkannya. Jadi
faktor waktu merupakan salah satu faktor yang penting, walaupun tidak dapat
ditentukan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk tanah, karena banyak
faktor yang saling berkait untuk terjadinya proses pelapukan.
Iklim.
Faktor
yang satu ini merupakan faktor yang paling penting pada proses pembentukan
tanah. Iklim suatu tempat akan menentukan macam proses pelapukan yang dominan
akan terjadi di tempat tersebut. Pada daerah yang beriklim panas dan basa,
proses pelapukan kimia akan kominan, sehingga proses pembentukan tanah akan
sangat efektif. Sebaliknya pada daerah beriklim dingin dan agak kering, proses
pelapukan mekanik akan dominan, sehingga pelapukan tanah tidak begitu efektif,
tetapi proses pembentukan material hancuran (debris) sangat efektif. Besarnya
curah hujan juga akan mempengaruhi derajat hilangnya bermacam material yang
terdapat pada tanah, sehingga akan berpengaruh tingkat kesuburan tanah
tersebut. Itulah sebabnya tanah di daerah yang beriklim tropis seperti
Indonesia pada umumnya mempunyai lapisan tanah yang lebih tebal daripada
lapisan tanah di daerah yang beriklim dingin atau subtropis.
Organisme (tumbuhan dan binatang).
Fungsi
utama dari organisme ini adalah sebagai sumber utama material organik dalam
tanah. Di daerah yang banyak vegetasinya, dapat terbentuk tanah yang hampir
seluruhnya disusun oleh material organik. Sebaliknya di daerah gurun material organik dalam
tanah relatif sedikit.
Selain
tumbuhan dan binatang, mikroorganisme juga memberikan konstribusi pada jumlah material
organik dalam tanah. Material organik yang mengalami dekomposisi akan mensuplai nutrien yang
sangat penting bagi tumbuhan. Jadi tingkat kesuburan tanah akan berhubungan
dengan jumlah material organik yang terdapat dalam tanah. Mikroorganisme termasuk
jamur, bakteri dan protozoa, memegang peranan penting dalam proses penghancuran
tumbuhan dan sisa-sisa binatang. Hasil akhir dari proses ini adalah
terbentuknya humus.
Kemiringan lereng (slope).
Kemiringan
lereng sangat berpengaruh terhadap besarnya proses erosi dan jumlah air dalam
tanah. Oleh sebab itu, pada daerah dengan kemiringan lereng yang besar biasanya
tanah sulit terbentuk, atau kalaupun ada, biasanya ketebalannya tidak begitu
besar. Sedang pada daerah yang datar sampai landai, tanah dapat terbentuk
dengan baik, karena tempat semacam ini proses erosi relatif kecil, drainase
baik dan peresapan air ke dalam tanah sangat besar.
Profil Tanah (Soil Profile)
Profil
tanah merupakan potongan vertikal dari tanah yang menunjukkan seluruh horizon
tanah dari permukaan sampai ke bagian yang terdalam. Horizon merupakan lapisan
atau zona pada tanah yang terbentuk karena adanya variasi komposisi, tekstur
dan struktur tanah. Profil tanah pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 (empat)
horizon, mulai dari yang teratas sampai kebagian terdalam yaitu horison O, A, B
dan C.
Horison
O merupakan lapisan teratas terutama terdiri dari material organik. Bagian
teratas dari horison ini terutama terdiri dari sisa-sisa tumbuhan seperti
daun-daun yang lepas dan sisa-sisa organik lainnya yang masih dapat dikenali.
Sedang bagian bawahnya terutama disusun oleh material organik yang sudah
mengalami dekomposisi.
Di bawah horison O terdapat horison A, yang
banyak disusun oleh mineral. Aktivitas organik tinggi, kandungan humus mencapai
30%. Air permukaan yang meresap akan membawa partikel halus dari horison ini.
Proses pencucian partikel halus ini disebut eluviation, sehingga horison A
sering juga disebut eluvial. Akibat
dari proses ini, maka partikel pada horison A berukuran kasar. Selain partikel
halus, air juga akan melarutkan komponen anorganik dalam horison ini dan
diangkut ketempat yang lebih dalam. Proses semacam ini disebut leaching. Itulah
sebabnya horison A sering juga disebut zona
pencucian (Zone of Leaching).
Di
bawah horison A adalah horison B atau subsoil.
Material-material yang diangkut oleh air dari horison A diendapkan atau
diakumulasikan pada horison B ini, sehingga horison ini disebut zona pengumpulan (Zone of Accumulation).
Material lempung yang terbawa dari horizon A dapat menjadi lapisan kedap air
yang akan menahan air tetap berada pada horison B. horison ini juga merupakan
zona peralihan antara zona yang kaya organisme horison A, dengan zona yang
kurang organismenya yaitu horison C. Horison O, A dan B bersama-sama disebut
solum atau tanah sebenarnya (true soil), dimana kehidupan organisme
seperti akar tumbuhan dan binatang dapat hidup.
Di
bawah solum adalah horison C yang dicirikan oleh batuan induk yang lapuk
sebagian dan sedikit, kalaupun ada, organisme. Pada horison ini batuan induk
masih dapat dikenali.
Batas
antara horison yang satu dengan lainnya kadang sangat tegas, tetapi kadang juga
tidak tegas (gradual). Seringkali tanah juga tidak menunjukkan semua horison.
Tanah yang demikian disebut immature,
karena proses pembentukan tanah belum berlangsung lama. Tanah semacam ini juga
dicirikan oleh lereng yang terjal dimana tanah yang terbentuk selalu mengalami
pengikisan.
Tipe
Tanah
Karakteristik
dari tiap tipe tanah sangat tergantung pada kondisi iklim yang mempengaruhi.
Pedalfer.
Berasal
dari bahasa latin pedon yang berarti tanah dan simbol Al (aluminium) dan Fe
(besi). Merupakan tipe tanah yang dicirikan oleh akumulasi oksida besi dan
lempung yang kaya aluminium pada horison B. Di daerah subtropik yang mempunyai
curah hujan lebih besar dari 63 cm, kebanyakan material terlarut seperti
kalsium karbonat tercuci dari tanah, dan diangkut oleh air tanah. Sedangkan
oksida besi dan lempung dari horison A akan terakumulasi pada horison B, sehingga
horison ini akan berwarna coklat sampai coklat merah. Tanah ini sangat baik
berkembang di area yang vegetasinya lebat (hutan), dimana jumlah dekomposisi
material organik cukup banyak untuk memberikan kondisi yang bersifat asam yang
dibutuhkan untuk proses pencucian.
Pedocal.
Berasal
dari bahasa latin pedon yang berarti tanah dan tiga huruf pertama dari calcite.
Tipe tanah ini dicirikan oleh akumulasi kalsium karbonat. Pada daerah yang
tersusun oleh tipe tanah ini, air hujan yang merembes ke dalam tanah cepat
mengalami evaporasi sebelum sempat melarutkan kalsium karbonat. Akibatnya
sering terjadi akumulasi material yang berwarna putih terdiri kalsium karbonat
yang disebut caliche. Pelapukan kimia kurang intensif, sehingga kandungan
lempung pada pedocal lebih kecil daripada pedalfer.
Di
daerah tropik yang beriklim panas dan basah sering terbentuk tanah laterit. Karena pelapukan kimia
intensif di daerah ini, maka tanah laterit yang terbentuk lebih tebal daripada
di daerah subtropik. Air yang meresap ke dalam tanah selain membawa kalsium
karbonat, juga silika dalam jumlah besar, sehingga oksida dari besi dan
aluminium terkonsentrasi dalam tanah. Besi memberikan warna merah dalam tanah. Dalam
keadaan kering tanah laterit ini sangat keras. Jika pada batuan induk
mengandung sedikit besi, maka tanah yang dihasilkan oleh proses pelapukan kaya
akan aluminium yang disebut bauksit. Bauksit merupakan mineral bijih (ore)
aluminium. Karena aktifitas bakteri sangat aktif di daerah tropik, maka tanah
laterit tidak mengandung humus, sehingga tanah laterit merupakan daerah yang
subur untuk pertanian.
Di
daerah beriklim dingin dan kering tanah umumnya sangat tipis dan sangat jelek
perkembangannya. Hal ini disebabkan karena pelapukan kimia berlangsung sangat
lambat, dan tumbuhan yang sangat jarang menyebabkan material organik yang
dihasilkan sangat sedikit.