GEOLOGI DASAR 03 BATUAN METAMORF
Proses Metamorfisme
Proses
metamorfisme adalah proses perubahan batuan yang sudah ada menjadi batuan
metamorf karena perubahan tekanan dan temperatur yang besar. Batuan asal dari
batuan metamorf tersebut dapat batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf
sendiri yang sudah ada. Kata metamorf sendiri adalah perubahan bentuk. Agen
atau media menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan
cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada batuan meliputi tekstur
dan komposisi mineral.
Kadangkala
proses metamorfisme tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi
pada batuan asal tidak terlalu besar hanya kekompakkannya yang bertambah.
Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak
terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan
temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses
metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila peningkatan temperatur
samapi meleburkan batuan, maka proses tersebut sudah tidak termasuk pada proses
metamorfisme lagi, tetapi sudah menjadi proses aktivitas magma.
Proses
metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan mengalami perubahan yang
tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan terbentuk, sehingga batuan menjadi
tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali pada kondisi yang baru
maka batuan mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi
tekanan dan temperatur tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah
permukaan bumi. Karena pembentukannya yang sangat jauh di bawah permukaan, maka
proses pembentukan batuan metamorf sangat sulit dipelajari oleh geologiawan.
Proses
metamorfisme sering terjadi pada salah satu dari tiga fenomena pembentukan
batuan metamorf. Pertama, pada proses pembentukan pegunungan, batuan yang
menyusun suatu daerah yang luas, mengalami tekanan dan perubahan temperatur
bersamaan dengan terjadinya deformasi pada batuan tersebut. Akibatnya
terjadilah pembentuan batuan metamorf pada daerah yang sangat luas. Proses ini
disebut dengan proses metamorfisme
regional. Kedua, ketika batuan bersentuhan atau dekat dengan aktivitas
magma, akan terjadi proses metamorfisme
kontak. Pada proses ini perubahan disebabkan terutama oleh peningkatan
temperatur yang sangat tinggi dari magma, sehingga terjadi efek pemanggangan
(baking efect) pada batuan disekitar magma. Ketiga, merupakan proses
metamorfime yang sangat jarang, terjadi perubahan sepanjang zona sesar. Pada
proses ini batuan disepanjang zona tersebut mengalami penghancuran menjadi
material yang sangat halus yang disebut milonat, atau material yang kasar yang
disebut breksi sesar, karena kenampakannya seperti breksi pada batuan sedimen.
Proses ini disebut proses metamorfisme
dinamik.
Agen Proses Metamorfisme
Agen
atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan
cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada
batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan
kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme
tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi
proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme
tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.
BACA JUGA GEOLOGI DASAR 1 BATUAN BEKU DAN GEOLOGI DASAR 2 BATUAN SEDIMEN
Panas Sebagai Agen Metamorfisme
Panas
merupakan agen metamorfisme yang paling penting. Batuan yang terbentuk dekat
permukaan bumi akan mengalami perubahan kalau mengalami pemanasan yang tinggi
pada waktu diterobos oleh magma dari dalam bumi. Akibat dari proses penerobosan
ini tidak atau sedikit terlihat apabila proses tersebut terjadi pada atau dekat
permukaan bumi. Hal ini terjadi karena pada tempat tersebut panas dari magma
sudah tidak terlalu berbeda dengan kondisi batuan disekitarnya. Pada keadaan
yang demikian hanya akan terjadi proses pembakaran saja pada batuan yang
disebut baking effect.
Batuan
yang terbentuk di permukaan juga dapat mengalami perubahan temperatur yang
tinggi apabila batuan tersebut mengalami proses penimbunan yang dalam. Seperti
telah diketahui bahwa temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman
(gradien geothermal). Pada kerak bumi bagian atas, rata-rata penaikan
temperatur sekitar 30oC per kilometer. Pada pertemuan lempeng
tektonik yang konvergen, batuan dapat mengalami pemindahan tempat ke tempat
yang lebih dalam yaitu pada zona subduksi.
Pada pemindahan yang tidak begitu
dalam, hanya beberapa kilometer, mineral tertentu seperti mineral lempung
menjadi tidak stabil, dan akan mengalami rekristalisasi menjadi mineral yang
lebih stabil pada kondisi lingkungannya yang baru. Mineral lain yang umumnya
dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada kondisi temperatur dan tekanan
yang lebih tinggi, akan mengalami proses metamorfisme pada kedalaman sekitar 30
kilometer.
Tekanan Sebagai Agen Metamorfisme
Tekanan
seperti halnya temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman. Tekanan
ini seperti tekanan gas, akan sama besarnya ke segala arah. Tekanan yang
terdapat di dalam bumi ini merupakan tekanan tambahan dari tekanan pada batuan
oleh pembebanan batuan di atasnya. Batuan akan mengalami tekanan juga pada
waktu terjadinya proses pembentukan pegunungan atau deformasi. Pada keadaan ini
batuan akan mengalami penekanan yang berarah, dan pemerasan.
Batuan
pada tempat yang dalam akan menjadi platis pada waktu mengalami proses
deformasi. Sebaliknya pada tempat yang dekat permukaan bumi, batuan akan
mengalami keretakan pada waktu mengalami deformasi. Hasilnya batuan yang bersifat
rapuh (brittle) akan hancur dan menjadi mineral yang halus.
Proses Metamorfisme dan Aktivitas Larutan Kimia
Larutan
kimia aktif, umumnya air yang mengandung ion-ion terlarut, juga dapat
menyebabkan terjadinya proses metamorfisme. Pori-pori batuan pada umumnya
terisi oleh air. Selain itu beberapa mineral hidrat mengandung air dalam
struktur kristalnya. Bila terjadi penimbunan yang dalam pada batuan, air yang
terdapat di dalam mineral akan ditekan keluar dari struktur kristalnya, dan
akan memungkinkan terjadinya reaksi kimia. Air yang terdapat disekitar kristal
akan merupakan katalisator terjadinya perpindahan ion.
Mineral
biasanya mengalami rekristalisasi untuk membentuk konfigurasi struktur kristal
yang lebih stabil. Pertukaran
ion pada mineral akan membentuk mineral-mineral yang baru. Perubahan mineral
yang dilakukan oleh air yang kaya mineral dan panas, telah banyak dipelajari di
beberapa daerah gunung api seperti Yellowstone National Park, AS. Disepanjang
pematang pegunungan lantai dasar samudera, sirkulasi air laut pada batuan yang
masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt yang berwarna gelap
menjadi mineral-mineral metamorfisme seperti serpentin dan talk.
Perubahan Tekstur dan Komposisi Mineral
Derajat
metamorfisem direfleksikan oleh kenampakan tekstur dan komposisi mineral batuan
metamorf. Pada batuan metamorf tingkat rendah, batuan akan lebih kompak dan
padat dibandingkan dengan batuan asalnya. Sebagai contoh, batuan metamorf
batusabat (slate) terbentuk dari proses kompaksi yang sudah lanjut dari serpih
(shale). Pada kondisi yang lebih ekstrim, tekanan dapat menyebabkan
mineral-mineral tertentu mengalami rekristalisasi. Seperti telah diuraikan
sebelumnya, air memegang peranan yang sangat
penting pada proses rekristalisasi dengan mempercepat terjadinya perpindahan
ion pada mineral. Pada umumnya proses rekristalisasi memungkinkan pertumbuhan
kristal menjadi lebih besar. Hal ini mengakibatkan banyak batuan metamorf
disusun oleh mineral-mineral yang besar seperti pada batuan fanerik.
Kristal-kristal dari beberapa mineral seperti mika mempunyai struktur lembaran,
dan hornblende yang mempunyai struktur butiran yang panjang, apabila mengalami
rekristalisasi akan membentuk penjajaran mineral. Orientasi mineral baru ini
biasanya tegak lurus terhadap arah gaya tekan yang menyebabkan rekristalisasi
tersebut. Hasil dari penjajaran mineral ini menyebabkan batuan menunjukan
kenampakan seperti perlapisan yang disebut foliasi.
Ada
beberapa foliasi tergantung pada derajat metamorfismenya. Selama perubahan dari
serpih menjadi batusabak, mineral lempung yang stabil pada kondisi pemukaan, mengalami
rekristalisasi menjadi lembaran-lembaran mineral mika yang halus, yang stabil
pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi. Selanjutnya selama
kristalisasi, kristal-kristal mika yang halus membentuk orientasi, sehingga
bidangnya yang datar akan membentuk penjajaran. Akibatnya batusabak sangat
mudah dipecahkan melalui bidang lapisan dari mineral mikanya. Sifat yang
semikian disebut belahan batuan (rock cleavage). Karena kristal-kristal mika
yang menyusun batusabak sangat halus, maka foliasi pada batusabak tidak musah
dilihat. Tetapi karena batusabak menunjukkan belahan batuan dengan sangat baik
yang disebabkan oleh penjajaran dari mineral penyusunnya, maka batusabak
disebut batuan metamorf berfoliasi.
Pada
kondisi tekanan dan temperatur yang lebih tinggi, butiran mika yang sangat
halus pada batusabak akan berkembang beberapa kali lebih besar. Kristal-kristal
mika yang besar ini akan menyebabkan kenampakan batuan yang pipih. Kenampakan
batuan yang demikian disebut sekistositas (schistosity), dan batuan dengan
kenampakan yang demikian disebut batuan metamorf sekis (schist). Beberapa
batuan sekias diberi nama sesuai dengan mineral yang menyusunnya. Apabila
mineral yang menyusun dominan mineral mika, muscovit dan biotit, maka batuannya
disebut sekis mika.
Pada
proses metamorfisme tingkat tinggi, perpindahan ion-ion cukup ekstrim, sehingga
menyebabkan terjadinya segregasi mineral butiran yang memberikan kenampakan
“banded” pada batuan. Kenampakan ini ditunjukan oleh penjajaran mineral butiran
seperti kuarsa. Batuan metamorf dengan kenampakan yang demikian disebut genes
(gneiss). Batuan metamorf ini biasanya terbentuk dari ubahan batuan beku granit
atau diorit, bahkan dapat juga terbentuk dari gabro atau serpih yang mengalami
proses metamorfisme tingkat tinggi.
Batuan metamorf yang tidak menunjukkan
struktur foliasi disebut batuan metamorf nonfoliasi. Batuan metamorf ini
biasanya hanya disusun oleh satu jenis mineral dengan bentuk kristal
equidimensional, sehingga sering juga batuan ini disebut batuan metamorf
kristalin. Contoh yang baik adalah batugamping yang berbutir halus mengalami
proses metamorfisme, maka butiran mineral kalsit yang halus tersebut bergabung
membentuk kristal yang saling mengisi. Hasilnya adalah batuan metamorf yang
mirip dengan batuan beku yang berbutir kasar. Batuan metamorf yang berasal dari
batugamping disebut marmer (marble). Walaupun batuan tersebut cenderung
nonfoliasi, tetapi pada kenampakan mikroskopis batuan ini menunjukkan pemipihan
dan penjajaran butiran mineral. Lapisan tipis mineral lempung sering juga
dijumpai pada batugamping, yang akan mengalami distorsi pada waktu proses
metamorfisme. Distorsi yang berwarna gelap ini memberikan tekstur yang bagus
pada marmer.
Pada
proses metamorfisme serpih menjadi batusabak, mineral lempung mengalami
rekristalisasi menjadi mika. Dalam beberapa hal komposisi kimia dari batuan
uang mengalami rekristalisasi tidak mengalami perubahan, kecuali terjadinya
penggabungan dari mineral penyusun batuan dengan ion tertentu yang terdapat
dalam air untuk membentuk mineral baru yang lebih stabil pada kondisinya yang
baru. Sebagai contoh mineral batuan metamorf yang umum adalah wolastonit.
Mineral ini terbentuk pada waktu batugamping (CaCO3) yang banyak
mengandung kuarsa (SiO2) mengalami metamorfisme kontak. Pada
temperatur yang tinggi mineral kalsit dan kuarsa akan bereaksi membentuk
wolastonit (CaSiO3) dan melepaskan karbon dioksida.
Proses
metamorfisme seringkali membentuk mineral-mineral baru. Batuan samping dari
suatu tubuh magma yang besar, akan mengalami ubahan oleh ion-ion yang banyak
terdapat dalam larutan hidrotermal. Perkolasi air laut pada batuan kerak
samudera yang baru terbentuk banyak mengandung ion-ion yang aktif yang bereaksi
dengan batuan yang sudah ada. Proses ini menyebabkan banyak batuan kerak
samudera kaya akan bijih tembaga.
Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa proses metamorfisme dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada batuan termasuk peningkatan densitas batuan, pertumbuhan
kristal-kristal besar, reorientasi dari butiran mineral menjadi perlapisan atau
penjajaran yang disebut foliasi, dan transformasi dari mineral stabil pada
temperatur tinggi. Juga ion-ion yang aktif dapat membentuk mineral baru yang
bersifat ekonomis.
Batuan
Metamorf Yang Umum
Batuan
Berfoliasi (Foliated Rocks)
Batusabak
(slate),
merupakan
batuan metamorf berfoliasi yang berbutir halus dan disusun oleh mineral mika.
Batuan ini menunjukkan cleavage batuan yang sangat bagus. Karena sifatnya, maka
batusabak sering digunakan sebagai atap, lantai, papan tulis dan meja bilyard.
Batusabak terbentuk dari shale yang mengalami metamofisme tingkat rendah.
Kadang-kadang batuan ini juga terbentuk dari batuan beku volkanik. Warna
batusabak bervariasi tergantung pada kandungan mineralnya. Batusabak yang
berwarna hitam banyak mengandung material organik, batusabak merah mengandung
banyak oksida besi, dan batusabak hijau mengandung banyak mineral klorit, mineral
yang menyerupai mika terbentuk dari Fe silikat. Karena batusabak terbentuk pada
metamorfisme tingkat rendah, maka bidang perlapisan batuan asal kadang masih
terlihat. Tetapi orientasi cleavage batuan batusabak pada umumnya cenderung
memotong perlapisan batuan asal. Jadi tidak seperti shale yang dapat memisah
melalui bidang perlapisan, batusabak memecah memotong bidang perlapisan.
Filit
(phyllite),
Merupakan
batuan metamorf yang terbentuk pada derajat metamorfismenya lebih tinggi dari
batusabak, tetapi lebih rendah dari sekis. Batuan ini disusun oleh
mineral-mineral pipih yang lebih besar daripada mineral yang menyusun
batusabak, tetapi tidak cukup besar untuk dibedakan tanpa alat pembesar.
Walaupun kenampakan filit hampir sama dengan batusabak, tetapi berbeda dengan
batusabak dari kenampakannya yang lebih mengkilap. Filit biasanya menunjukan
adanya cleavage dan disusun terutama oleh mineral-mineral halus seperti klorit
dan mika.
Sekis
Merupakan
batuan metamorf yang sangat mudah dikenal dan sangat umum seperti halnya genes.
Sekis merupakan batuan metamorf yang mengandung lebih dari 50% mineral pipih
umumnya biotit dan muskovit. Seperti batusabak, sekis berasal dari metamorfisme
batuan yang berbutis halus seperti shale, tetapi metamorfismenya lebih tinggi.
Bila batuan asalnya banyak mengandung silika, sekis akan mengandung lapisan
tipis kuarsa atau feldspar.
Penamaan sekis tergantung
pada komposisi mineral yang dominan. Sekis yang disusun terutama oleh muskovit
dan biotit dengan sedikit kuarsa dan feldspar disebut sekis mika. Tergantung
pada derajat metamorfismenya, sekis mika kadang-kadang mengandung mineral yang
unik sebagai mineral tambahan untuk batuan metamorf. Mineral tambahan tersebut
diantaranya garnet, staurolit dan silamanit. Ada juga sekis yang mengandung
grafit, yang banyak digunakan sebagai bahan pensil, fiber dan lubrikan. Sekis
juga kadang disusun oleh mineral klorit dan talk yang disebut sekis klorit dan
sekis talk. Kedua macam batuan metamorf ini terbentuk dari batuan yang
berkomposisi basaltik yang mengalami metamorfisme.
Genes (geneiss)
Adalah
batuan metamorf yang terutama disusun oleh mineral butiran. Mineral yang umum
terdapat pada genes adalah kuarsa, potas feldspar, sodium feldspar. Sedang
mineral tambahan yang sering dijumpai adalah muskovit, biotit dan horblende.
Segregasi dari mineral terang dan gelap memberikan kenampakan tekstur foliasi
yang khas pada genes. Kebanyakan genes terdiri dari selang seling antara
mineral yang kaya feldspar yang berwarna putih atau kemerahan dengan lapisan
mineral feromagnesian yang berwarna gelap.
Genes
biasanya mempunyai komposisi yang hampir sama dengan granit dan kemungkinan
berasal dari granit atau batuan afanitik granitik. Tetapi genes kemungkinan
juga berasal dari shale yang mengalami metamorfisme derajat tinggi. Dalam hal
ini, genes merupakan batuan terakhir dari sekuen shale, batusabak, filit, sekis
dan genes. Seperti halnya sekis, pada genes kadang dijumpai juga mineral garnet
dan staurolit. Apabila foliasi batuan disusun terutama oleh mineral gelap, maka
batuannya disebut amfibolit, yang berasal dari nama mineral amfibol.
Batuan
Tidak Berfoliasi (Nonfoliated Rocks)
Marmer
Adalah
batuan kristalin kasar yang berasal dari batugamping atau dolomit. Pada
pengamatan megaskopis, marmer sangat mirip dengan batugamping kristalin. Marmer
yang murni berwarna putih dan terutama disusun oleh mineral kalsit. Karena
warna dan sifatnya yang relatif lunak (kekerasan 3), maka marmer sangat
terkenal sebagai batuan untuk bangunan. Marmer yang berwarna putih sering
digunakan sebagai batuan untuk monumen atau batupahat.
Kadang-kadang
batugamping sebagai batuan asal marmer, banyak mengandung mineral-mineral
pengotor yang akan mempengaruhi warna dari marmer. Jadi marmer dapat berwarna
pink, abu-abu, hijau atau bahkan hitam. Juga mineral-mineral pengotor tersebut
mengalami metamorfisme, akan membentuk mineral-mineral tambahan seperti klorit,
mika, garnet dan wolastonit. Apabila marmer berasal dari batugamping yang
berselingan dengan shale, akan memberi kenampakan banded. Seringkali marmer
akan pecah melalui jalur tersebut yang memperlihatkan mineral mika yang berasal
dari rekristalisasi mineral lempung. Pada deformasi yang kuat, lajur ini akan
berlipat-lipat (contorted) dan akan memberikan desai yang artistik.
Kuarsit
Adalah
batuan metamorf yang sangat keras dan terbentuk dari batupasir kuarsa. Pada
metamorfisme menengah sampai tinggi, butiran kuarsa dalam batupasir akan
mengalami rekristalisasi yang sempurna. Karena rekristalisasi yang sempurna ini maka apabila
batuan ini pecah akan memotong mineral kuarsa. Struktur sedimen yang terdapat
pada batupasir seperti cross bedding akan memberikan kenampakkan banded pada
kuarsit.
Meskipun
kuarsit yang murni berwarna putih, kadang-kadang batuan ini mengandung oksida
besi yang akan memberikan warna pink atau merah. Mineral gelap yang terdapat dalam kuarsit akan
memberikan warna abu-abu.
Seperti
marmer, kuarsit juga hanya disusun oleh satu jenis mineral yang merupakan
kristal yang equidimensional. Oleh sebab itu mineral penyusun kuarsit tidak
membentuk penjajaran sehingga tidak membentuk foliasi.
Kejadian
Batuan Metamorf
Batuan
metamorf umumnya dibentuk oleh satu dari tiga kondisi lingkungan, sepanjang
zona sesar, pada kontak tubuh batuan beku, atau pada waktu pembentukan
pegunungan.
Metamorfisme
Sepanjang Jalur Sesar
Ketika
terjadinya pensesaran dekat permukaan bumi, tekanan dan panas yang terbentuk
disepanjang jalur sesar tersebut akan membentuk batuan lepas yang disusun oleh
fragmen-fragmen batuan. Bila batuan ini disusun oleh fragmen-fragmen yang
menyudut disebut breksi sesar (fault breccia). Batuan metamorf yang
terbentuk di zona sesar dan pada tempat yang dalam, kadang-kadang menunjukan
butiran yang memanjang yang hampir sama dengan batuan hasil proses metamorfisme
lainnya. Oleh sebab itu sangat sulit ditentukan genesa batuan metamorf tersebut
apabila hanya diamati pada contoh batuan yang kecil (hand specimen).
Jumlah
batuan metamorf yang terbentuk oleh proses ini relatif sangat kecil
dibandingkan dengan yang dibentuk oleh proses lainnya. Tetapi pada tempat
tertentu batuan ini cukup dominan.
Metamorfisme
Kontak
Metamorfisme
kontak terjadi ketika magma bersentuhan dengan batuan samping yang relatif
dingin. Kontak metamorfisme dapat jelas terlihat apabila terjadi pada
lingkungan pada atau dekat dengan permukaan, dimana perbedaan temperatur antara
magma dengan batuan samping sangat besar. Tetapi kontak metamoefisme juga
terjadi pada tempat yang dalam, sehingga batuannya hampir sama dengan batuan hasil
ubahan metamorfime regional.
Pada
metamorfsime kontak, akan terbentuk zona disekitar magma yang disebut aurole. Tubuh batuan beku intrusif yang
kecil seperti sill dan dike membentuk aurole hanya beberapa sentimeter,
sedangkan tubuh batuan beku yang besar seperti batolit dan lakolit membentuk
aurole yang tebalnya sampai beberapa kilometer. Dekat dengan tubuh magma
mineral temperatur tinggi seperti garnet akan terbentuk, semakin jauh dari
tubuh magma akan terbentuk mineral dengan tingkat yang lebih rendah seperti
klorit. Selain ukuran tubuh batuan beku, komposisi mineral batuan samping dan
jumlah air sangat berpengaruh terhadap ketebalan aurole yang terbentuk. Pada
batuan yang mudah bereaksi seperti batugamping, zona ubahannya bisa mencapai 10
kilometer atau lebih dari tubuh batuan beku.
Kebanyakan
metamorfisme kontak berbutir halus, dense, tough rock dari komposisi kimia yang
bervariasi. Sebagai contoh, pada metamorfisme kontak, mineral lempung dibakar
dan dapat berubah menjadi keras. Karena arah tekanan tidak merupakan faktor
yang penting dalam pembentukan batuan ini, maka batuan yang terbentuk umumnya
tidak berfoliasi. Batuan metamorf yang keras dan tidak berfoliasi dinamakan hornfels.
Bila
kontak metamorfisme disebabkan oleh tubuh batuan beku yang sangat besar,
larutan hidrotermal yang berasal dari dalam magma, dapat bermigrasi sampai
jarak jauh. Larutan hidrotermal yang meresap ke dalam batuan samping akan
bereaksi dengan batuan tersebut akan membentuk batuan metamorf. Mineral bijih
dari beberapa jenis metal terbentuk pada proses ini antara alin tembaga, besi,
timbal, seng dan emas.
Metamorfisme
Regional
Batuan
metamorf yang paling banyak jumlahnya adalah batuan metamorf yang dihasilkan
dari proses metamorfisme regional. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
metamorfisme regional terjadi pada tempat yang dalam, meliputi daerah yang
luas, dan berasosiasi dengan proses pembentukan pegunungan. Pada proses
pembentukan pegunungan, batuan penyusun kerak bumi mengalami peremasan sehingga
mengalami deformasi yang kuat. Karena proses tersebut batuan akan terlipat dan
tersesarkan, dan kerak bumi menjadi semakin pendek dan tebal. Pada umumnya
penebalan kerak bumi ini menghasilkan suatu pegunungan. Meskipun pada waktu
terjadinya pembentukan pegunungan material kerak bumi menjadi semakin tinggi,
ada masa batuan yang jumlahnya relatif sama dengan batuan yang terlipatkan,
tertekan kebawah, ke tempat yang mempunyai tekanan dan temperatur lebih tinggi.
Pada tempat inilah terjadi proses metamorfisme yang kuat. Beberapa batuan yang
mengalami deformasi mengalami kenaikan temperatur yang tinggi sehingga akan
mencair dan membentuk magma. Magma, yang mempunyai densitas relatif lebih
rendah dari batuan disekitarnya, akan bergerak naik ke atas. Magma yang
mencapai dekat permukaan akan menyebabkan terjadinya metamorfisme kontak di
dalam zona metamorfisme regional. Jadi inti dari suatu sistem pegunungan
terdiri dari tubuh batuan beku intrusif yang dikelilingi oleh batuan metamorf
derajat tinggi. Apabila batuan yang menyusun pegunungan ini tererosi, maka inti
dari sistem pegunungan yang terdiri dari batuan beku dan batuan metamorf akan
tersingkap.
Karena
batuan metamorf yang terbentuk oleh metamorfisme regional dipengaruhi juga oleh
tekanan yang berarah, maka batuannya berfoliasi. Metamorfisme regional umumnya
memperlihatkan perubahan derajat metamorfisme dari tingkat terendah sampai
tingkat tertinggi, sehingga perubahan tekstur dan komposisi mineral dapat
diamati.
Contoh
sederhana dari progresif metamorfisme adalah batuan sedimen, shale, yang
berubah menjadi batusabak pada waktu mengalami metamorfisme tingkat rendah.
Pada kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi, batusabak akan berubah menjadi
sekis mika. Pada kondisi yang paling ekstrim, mineral mika dalam sekis akan
mengalami rekristalisasi menjadi mineral seperti feldspar dan honrblende dan
membentuk genes.
Perubahan
tekstur akan sesuai juga dengan perubahan komposisi mineral dari metamorfisme
tingkat rendah ke tingkat yang tinggi. Mineral baru yang terbentuk pertama kali
pada batusabak adalah klorit. Kemudian bila derajat metamorfismenya lebih
tinggi akan terbentuk muskovit dan biotit. Sekis mika terbentuk pada kondisi
yang lebih ekstrim dan kemungkinan akan mengandunh mineral garnet and
staurolit. Pada temperatur dan tekanan yang mendekati titik lebur batuan, akan
terbentuk mineral silimanit. Mineral silimanit merupakan mineral batuan
metamorf temperatur tinggi yang digunakan sebagai bahan porselin untuk
refraktori.
Pada
kondisi tekanan rendah dengan temperatur sekitar 800oC, sekis dan
genes dengan komposisi kimia relatif sama dengan granit, akan mulai mencair.
Mineral silikat yang berwarna terang seperti kuarsa dan potas feldspar,
merupakan mineral yang pertama mencair, sedangkan mineral silikat gelap seperti
amfibol dan biotit masih tetap padat. Bila batuan yang telah mencair sebagian
itu mengalami pendinginan, maka terbentuk batuan beku yang berwarna terang
bersama-sama dengan material metamorf yang berwarna gelap. Batuan semacam ini
merupakan peralihan antara batuan beku dan batuan metamorf dan disebut migmatite.