MODEL PENGENDAPAN BATUBARA

Menurut Jackson (1995) ada sembilan syarat yang diperlukan untuk berhasilnya usaha pengembangan tambang batubara, dua syarat yang pertama dan mendasar adalah tersedianya cadangan yang memadai dan adanya kualitas batubara yang ekonomis. Cadangan dan kualitas batubara dapat diketahui apabila geometri lapisan batubara dan karakteristik kualitas secara vertikal maupun lateral berikut proses-proses geologi yang mengendalikannya dapat dipahami secara baik dan benar.

 Permasalahan kualitas batubara

Pengertian kualitas batubara adalah keseluruhan karakteristik batubara, baik komposisi kimia maupun sifat fisik yang dimilikinya yang sesuai serta memenuhi persyaratan pembeli atau pengguna. Di alam kondisi kualitas batubara dijumpai sangat bervariasi, baik secara vertikal maupun lateral, antara lain bervariasinya kandungan sulfur dan sodium, kondisi roof dan floor, kehadiran parting dan pengotor di dalam lapisan batubara seperti hadirnya batuan selain batubara.

Kondisi di atas antara lain dipengaruhi oleh proses pembentukan batubara yang kompleks, lingkungan pengendapan yang khas sebagai tempat terbentuknya batubara dan proses-proses geologi yang berlangsung bersamaan atau setelah batubara terbentuk (Kuncoro, 1998). Apabila faktor-faktor pengendali kualitas batubara tersebut dapat diketahui, maka akan membantu memberikan petunjuk penemuan endapan batubara ekonomis dan besarnya cadangan batubara sesuai kualitasnya. Selanjutnya akan menunjang perencanaan tambang dan dapat memberikan arahan pemasarannya.

        Berdasarkan penjelasan di atas, maka diperlukan pemahaman yang baik mengenai konsepsi proses-proses geologi yang bekerja pada suatu endapan batubara. Salah satu caranya adalah dengan pendekatan lingkungan pengendapan.

 

Pendekatan lingkungan pengendapan

Pertama-tama harus dipahami bahwa pembentukan batubara merupakan proses yang kompleks yang harus dipandang dan dipelajari dari berbagai segi, proses-proses tersebut saling berbeda tetapi bertanggungjawab atas terbentuknya endapan batubara pada suatu cekungan. Schlatter’s (1973) menyebutkan ada sepuluh proses yang saling mempengaruhi dan saling bergantung satu dengan lainnya.

Menurut Diessel (1992), ada enam parameter yang mengendalikan pembentukan endapan batubara, yaitu :

 1.    Adanya sumber vegetasi.

2.    Posisi muka air tanah.

3.    Penurunan yang terjadi bersamaan dengan pengendapan dengan pengendapan.

4.    Penurunan yang terjadi setelah pengendapan.

5.    Kendali lingkungan geotektonik endapan batubara.

6.    Lingkungan pengendapan terbentuknya batubara.

 

Atas dasar tersebut, maka akumulasi batubara hanya dapat terjadi bila terdapat keseimbangan yang tepat dari faktor-faktor yang banyak itu. Pembentukan endapan batubara merupakan proses perubahan fisik dan kimia dari tumbuhan yang mati, kemudian secara berangsur-angsur menjadi bentuk lain yang susunannya lebih kompleks, umumnya terjadi dalam kondisi tanpa oksigen.

Menurut Diessel (1992) ada lima lingkungan pengendapan utama berikut sub lingkungan yang menghasilkan endapan batubara. Lingkungan pengendapan utama tersebut adalah

1.    Braid plain.

2.    Alluvial valley and upper delta plain.

3.    Lower delta plain.

4.    Barrie beach/strand-plain systems.

5.    Estuary.

     Menurut Blaine & Medlin (1987) pendekatan modern untuk memahami model pengendapan batubara adalah dengan melakukan analisis cekungan batubara yang berdasarkan pada dua pendekatan, yaitu :

1.    Pendekatan skala mikroskopis:  berdasarkan maceral dan microlithotypes.

2.    Pendekatan skala megaskopis: berdasarkan lingkungan cekungan sedimentasi batubara. Selanjutnya kondisi yang menyebabkan terbentuknya batubara dan proses genesa batubara, kini ditempatkan pada keadaan sedimentasi yang lebih luas, yaitu lingkungan pengendapan.

         Adanya proses pebentukan batubara yang kompleks dan lingkungan pengendapan yang khas sebagai tempat terbentuknya batubara, tentunya perlu dipahami secara baik dengan membengun model pengendapan batubara.

 

Model pengendapan batubara

Model pengendapan batubara akan menjelaskan hubungan antara mulajadi batubara dan batuan sekitarnya berikut konfigurasi geometri lapisan batubara secara vertikal maupun lateral berikut faktor-faktor pengendalinya pada suatu cekungan pengendapan batubara dalam kurun waktu tertentu.

J.C Horne et al (1978) telah membangun model pengendapan batubara di daerah Appalachian berdasarkan kajian lingkungan pengendapan yang didukung data dari tambang batubara, pemboran dan singkapan. Hasilnya ditunjukkan dalam bentuk penampang yang menunjukkan hubungan ketebalan dan kofigurasi lapisan batubara serta kehadiran batupasir dan serpih pada limgkungan barrier, back barrier, lower delta plain, transitional lower delta plain dan upper delta plain-fluvial.

Juga dalam bentuk model sekuen vertikal lingkungan lower delta plain, sekuen vertikal dan keruangan lingkungan transitional lower delta plain dan rekonstruksi penampang lingkungan upper delta plain. Meskipun lingkungan barrier tidak dijumpai batubara tetapi mempunyai peran penting menutup pengaruh oksidasi dari air laut dan mendukung pembentukan batubara di bagian daratan.

 

Berdasarkan karakteristik masing-masing lingkungan, maka dapat diketahui bahwa :

  1. Lingkungan back barrier : batubaranya tipis, pola sebarannya memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses pengendapan dan kandungan sulfurnya tinggi.
  2. Lingkungan lower delta plain: batubaranya tipis, pola sebarannya umumnya sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh hadirnya splitting oleh endapan crevase splay dan kandungan sulfurnya agak tinggi.
  3. Lingkungan transitional lower delta plain : batubaranya tebal dapat lebih dari 10 m, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel, bentuk lapisan batubara ditandai splitting akibat channel kontemporer dan washout oleh channel subsekuen dan kandungan sulfurnya agak rendah.
  4. Lingkungan upper delta plain – fluvial: batubaranya tebal dapat mencapai lebih dari 10 m, sebarannya meluas cenderung memanjang sejajar jurus pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel, bentuk batubara ditandai hadirnya splitting akibat channel kontemporer dan washout oleh channel subsekuen dan kandungan sulfurnya rendah.

 

Dapat disimpulkan bahwa model pengendapan batubara dapat dipergunakan untuk mengetahui dan memahami

  1. Variasi geometri lapisan batubara lapisan batubara, antara lain ketebalan, pola sebaran, kemenerusan, bentuk, kondisi roof-floor.
  2. Variasi kualitas batubara, antara lain kandungan sulfur dan abu.

 

Aplikasi model lingkungan pengendapan

Model pengendapan batubara dapat untuk tujuan keilmuan maupun tujuan keekonomian. Tujuan keilmuan adalah sebagai alat untuk menentukan secara lebih sempurna konsep:

1.    Batubara sebagai batuan sedimen.Batubara sebagai sistem geokimia.

2.    Batubara sebagai asosiasi endapan organik dengan  batuan sekitarnya.

3.    Genesa batubara dan sebarannya berdasarkan ruang dan waktu.

 

Tujuan keekonomian harus didasarkan dari hasil analisis keilmuan agar dapat dipergunakan untuk evaluasi:

1.    Karakteristik geometri lapisan batubara: ketebalan, bentuk, kemenerusan, pola sebaran, kondisi roof dan floor.

2.  Karakteristik kandungan sulfur dan abu serta variasi kualitas batubara secara lateral maupun vertical.

3.    Evaluasi cadangan dan kualitas batubara.

 

Atas dasar tersebut di atas, maka genesa batubara dan lingkungan pengendapan batubara harus dikaitkan dengan tujuan keilmuan dan keekonomian sebagai upaya untuk mengembangkan pemikiran para akademisi dan memberikan manfaat bagi para praktisi untuk mendapatkan endapan batubara ekonomis. Sehingga pendekatan model lingkungan pengendapan dapat dipakai sebagai:

1. Petunjuk penemuan sumberdaya atau cadangan batubara ekonomis untuk   pengembangan  daerah tambang maupun untuk daerah baru dengan kendali geologi       yang sama.

2.  Penentuan target endapan batubara yang bernilai ekonomis, yaitu melalui parameter aspek geometri lapisan batubara dan kualitas batubara.

3.    Arahan untuk penambangan, terutama yang berkaitan dengan kondisi roof dan floor serta karakteristik parting.

 

Selanjutnya hubungan antara dibangunnya model pengendapan batubara dan kegiatan eksplorasi adalah agar:

1.    Penentuan program eksplorasi berjalan sesuai perumusan sasaran (Levey, 1983).

2.    Pelaksanaan eksplorasi dapat lebih terarah untuk mendapatkan endapan batubara yang ekonomis (Rahmani & Flores, 1984).

3.    Dapat memberikan arahan di dalam perencanaan penambangannya (Horne, 1978).

 


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel